Jumat, 27 Agustus 2010

Penjagal Dari Sukoharjo Kembali Membuat Pengakuan Mengejutkan

Masih ingat Yulianto, tukang pijak dari Sukoharjo itu dalam dua pekan terakhir membuat heboh, dengan kejahatan dan kelainannya. Ia ditetapkan sebagai tersangka karena telah membunuh seorang anggota Kopassus, kopda Santoso dan seorang lagi bernama Sugiyo. Kejahatan Yulianto terkuak, setelah dua pekan lalu, polisi menemukan dua kuburan di belakang rumahnya di Kragilan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Kamis kemarin, tukang pijat itu kembali membuat pengakuan mengejutkan. Kepada polisi yang memeriksanya Yulianto mengaku membunuh dua lagi korbannya. Berbeda dengan dua jenazah sebelumnya, dua korban yang disebut terakhir dikubur di dua tempat berbeda, yaitu di gua Cermai, Bantul dan di daerah puncak gunung Merapi, Boyolali Jawa Tengah.

Kepolisian dari Sukoharjo langsung menindaklanjuti pengakuan Yulianto. Mereka kemarin menyisir kawasan gua Cermai, Bantul. Benar saja, setelah cukup lama melakukan pelacakan polisi berhasil menemukan dan membongkar kuburan yang disebutkan Yulianto. Polisi menemukan tulang-belulang dari jasad seorang pria korban Yulianto berikutnya. Pria itu diketahui bernama Suhardi, yang diakui merupakan sahabat karib tersangka.

Suhardi, dibunuh Yulianto pada tahun 2004. Saat itu kedua sahabat karib tersebut sedang memperdalam ilmu kebatinan, atau ilmu kesaktian. Mereka berdua bertapa di gua Ceremai, Bantul. Tidak jelas apa alasannya Yulianto kemudian menghabisi teman karibnya itu. Sejak saat itu Suhardi dinyatakan hilang oleh pihak keluartganya di Kelurahan Gumpang, Kartasura. Jenazah suhardi, hari Jumat 27 Agustus 2010 diotpsi di RSUD Solo, utnuk menguak lebih jelas sebab kematiannya.

Sementara satu lagi korban yang dibunuh Yulianto, dibuang di puncak gunung Merapi. Korbannya berjenis kelamin perempuan, bernama Siti Aminah. Wanita yang merupakan pacar Yulianto itu dibunuh pada tahun 1990. Polisi yang melakukan pelacakan ke puncak Gunung Merapi, gagal menemukan jejak petilasan Siti Aminah. Ini disebabkan, karena jasad Siti sudah hampir 20 tahun terbaring dikawasan itu. Ditambah aktivitas gunung merapi dengan Wedus Gembelnya yang menyebabkan struktur tanah di sekitar tempat penguburan berubah.

Namun berita tentang kedekatan Yulianto dengan Siti Aminah itu diperkuat cerita dari ayah korban Darso Suwito. Dulu sekitar tahun 1990, Siti Aminah menjalin cinta dengan tukang pijat itu. Saat itu Siti hamil, sebelum menikah dan Yulianto berjanji akan bertanggungjawab dan akan menikahi Siti. Namun rencana itu tak pernah terwujud, bersama hilangnya Siti Aminah dan sejak saat itu si tukang piajt itupun tidak muncul lagi di rumah Darso.

Selasa, 24 Agustus 2010

LAPK: Waspadai “Diskon Bohong” Tarik Minat Beli

Medan(ANTARA) – Masyarakat diimbau mewaspadai pembohongan publik dalam perdagangan dengan menggunakan pola diskon dan penyebutan nilai sedikit lebih kecil untuk menarik minat beli. Umumnya, kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan, Selasa, pola seperti itu selalu berhasil minat masyarakat untuk membeli.
Biasanya, kata Farid, pengusaha pusat perbelanjaan selalu menerapkan dua pola itu pada saat tertentu seperti akhir tahun dan menjelang hari besar nasional.
Untuk momen akhir tahun, biasanya pedagang dan pengelola pusat perbelanjaan menaikkan harga sehingga menarik ketika diberi diskon.
Ketika akhir tahun tiba, harga barang-barang itu didiskon dengan alasan “cuci gudang” agar memancing masyarakat untuk cepat membelinya karena takut kehabisan.
Padahal, harga yang ditawarkan itu tidak mengalami perubahan sama sekali karena telah dinaikkan beberapa waktu sebelum datangnya akhir tahun.
Memang, kata dia, pola diskon itu merupakan kebijakan wajar dalam perdagangan guna menarik minta masyarakat untuk membeli.
Namun tidak jarang sebagian pelaku usaha menggunakan pola itu untuk membohongi masyarakat karena harga yang didiskon tersebut telah dinaikkan terlebih dulu.
Karena itu, masyarakat harus bijaksana dalam mencermati harga yang ditawarkan pedagang menjelang hari besar termasuk Lebaran.
Jangan mudah terpancing dengan diskon yang ditawarkan, katanya.
Kemudian, kata Farid, perlu diwaspadai juga pola penyebutan harga sedikit lebih kecil agar masyarakat merasa nilainya tidak terlalu besar dan tidak menguras kantong.
Ia mencontohkan penetapan harga barang Rp1.000 menjadi Rp999 sehingga masyarakat merasa tidak mengeluarkan uang sebesar Rp1.000.
Padahal, pengecilan nilai itu tidak mempengaruhi sama sekali, apalagi pedagang hampir dipastikan tidak akan mengembalikan uang sebesar Rp1 atau memberikan alasan tidak memiliki uang receh.
Selain itu, perlu juga diwaspadai pola “pemaksaan” untuk membeli barang yang dikemas dalam jumlah tertentu meski sebelumnya ada penjualan secara eceran.
Ia mencontohkan sebuah produk yang dijual secara eceran dengan harga Rp2.000 per buah tetapi menjelang hari besar dikemas menjadi Rp20 ribu dengan isi 10 buah.
Pola itu biasanya digunakan agar perputaran stok menjadi lebih cepat, katanya.
Ironisnya, kata Farid, pola diskon dan pengurangan itu yang dimaksudkan untuk memancing minat beli masyarakat sering digunakan untuk menjual produk lain.
Ketika masyarakat sudah datang, tidak jarang ada pedagang yang menyebutkan barang yang didiskon sudah habis sehingga menawarkan produk lain dengan harga lebih tinggi.
Padahal tidak sedikit penetapan harga lebih mahal itu bukan dari aspek kualitas tetapi disebabkan produksi yang tidak efisien serta biaya iklan dan promosi yang tinggi.
Jika dilihat dari UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, masyarakat dapat mengadukan jika mengalami penipuan dalam perdagangan melalui berbagai pola tersebut.
Dalam UU itu disebutkan, pedagang yang melakukan praktik penipuan dan pembohongan melalui iklan yang tidak benar dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda sebesar Rp5 miliar.
Hukuman itu perlu diberlakukan untuk memberikan rasa jera bagi pelakunya dan melindungi konsumen, kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tersebut. ***3***
(T.I023/B/R014/R014)
Bookmark and Share

Senin, 23 Agustus 2010

Tukang Pijat, Pembunuh berantai dari Sukoharjo

Sukoharjo

Namanya Yulianto. Perawakannya sedang, profilnya pendiam, tapi tidak disangka dan dinyana, pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat ini seorang pembunuh berantai. Bahkan dua pekan lalu, warga kampung Kragilan, Pucangan, Kartasura itu baru saja membunuh orang. Gila ... yang dibunuh bukan orang biasa – tapi Kopda Santoso, Komando Pasukan Khusus atau Kopasus Grup II Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.

Cerita pembunuhan ini berawal dari sepekan sebelumnya. Kopda Santoso menghilang dari markasnya di Menjangan. Sejumlah temannya hampir sepekan mencari keberadaan Santoso dan hasil penelusurannya, terakhir sekali Santoso terlihat di rumah dukun pijat ini. Dan yang mengejutkan Santoso ternyata sudah tewas dibunuh. Hasil penelusuran rekan-rekan korban, ternyata tersangka Yulianto ini telah menguburkan Santoso di belakang rumahnya. Cara Yulianto ini hampir mirip yang dilakukan pembantai manusia asal Jombang, Jawa Timur Ryan, tapi motifnya berbeda. Ryan ingin menguasai harta korban sementara Yulianto hingga kini belum diketahui, motifnya membunuh Kopda Santoso. Korban dihabisi saat pijat di rumah tersangka.

Warga dikseitar loaksi pembunuhan sebenarnya sudah lama mencurigai Yulianto, karena dari rumahnya sering tercium bau busuk, warga tidak menyangka kalau bau busuk itu ternyata berasal dari mayat manusia.

Penemuan jenazah Santoso yang dikubur tersangka di halaman belakang rumahnya ni menguatkan dugaan bahwa masih banyak kroban Yulianto yang lain. Setelah jasad Santoso yang dibongkar senin pagi, polisi kembali menemukan satu jenazah lagi senin siang.

Tim kepolisian resor Sukoharjo, Polres Solo, dan Polda Jateng, beserta tim dari Kopassus, Kandang Menjangan, melakukan pencarian jenazah korban dukun jagal, Yulianto.

Petugas kembali menemukan potongan potongan kerangka manusia yang diduga kuat menjadi korban Yulianto. Disamping potongan kerangka, petugas juga menemukan jenazah di dalam karung yang dipendam di halaman samping rumahnya. Keduanya dikumpulkan dalam dua kantong mayat karena diduga kuat merupakan dua jenazah yang berbeda.

Meski sulit dan belum dapat diidentifikasi, namun temuan ini merupakan hasil pengembangan tersangka yang dibekuk dua hari lalu dan kini terus diperiksa secara intensif oleh petugas. Polisi belum bersedia memberikan keterangan terkait kasus ini.